ditulis oleh Budi Waluyo
Pendidikan adalah faktor utama dalam meningkatkan kualitas dan derajat manusia. Dalam bidang agama, peran lembaga pendidikan, seperti; pondok pesantren, madrasah, dan TPQ serta para ulama, dai, ustad dan mubaligh sangat vital. Inilah salah satu jawaban kenapa LDII tetap eksis dan terus berkembang sampai hari ini. LDII meletakkan pendidikan (mengaji Quran dan Assunah) sebagai program pertama dan paling utama. Setiap bulan LDII meluluskan tidak kurang dari 600 orang dai atau mubaligh dan menyebarkannya ke seluruh penjuru tanah air.Selama ini kita mempersonafikasikan seorang ulama atau mubaligh atau dai sebagai sosok yang suci, tinggi ilmunya dan luas wawasannya. Seorang ulama atau dai biasanya berpenampilan rapi, bergaya intelek, merdu suaranya dan menawan gaya bicaranya. Ulama adalah sosok tokoh yang cerdas, dikagumi dan jadi idola masyarakat Islam.
Akan tetapi tidak demikian di LDII, para dai atau mubaligh yang baru lulus pondok itulah dikenal dengan sebutan populer "Mubaligh Plentis". Plentis adalah terminologi Jawa yang berarti, kecil, remeh atau tidak berarti. Profil mubalig LDII kebanyakan adalah anak desa yang tidak berpendidikan, dropout sekolah, SDTT (sekolah dasar tidak tamat).