Nidhal GuessoumProfesor Fisika dan Astronomi di American University of Sharjah, UEA |
Saya tidak bisa menghapus adegan tersebut dari pikiran, sehingga saya kemudian browsing "Twitter dan layanan agama", dan lihatlah, saya menemukan halaman berjudul "Tweeting selama kebaktian gereja mendapat berkat dari pendeta" (sebuah artikel di Houston Chronicle dua tahun yang lalu) dan "Apakah Tuhan menggunakan Tweeter?", sebuah forum online yang diselenggarakan oleh Washington Post dua tahun lalu, di mana 16 kontributor menyajikan pendapat mereka tentang apakah hubungan dengan Tuhan dapat dilakukan melalui Twitter? Apakah doa bisa direduksi menjadi sebuah pernyataan 140-karakter? Apakah kita tidak lagi bisa membebaskan pikiran kita, menenangkan batin, fokus pada dimensi spiritual kita, dan meneguhkan suasana keagamaan yang bermakna?
Kemudian, saya bertanya-tanya bagaimana Twitter, Facebook, dan jejaring sosial saat ini dan masa depan serta media micro-blogging akan mempengaruhi agama-agama pada umumnya dan Islam pada khususnya. Kekhawatiran saya meningkat ketika saya menemukan sebuah artikel berjudul "25 Alasan Kenapa Twitter Spiritual", tapi tidak ada satupun alasan yang meyakinkan.