Motto

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ* القران سورة آل عمران ١٠٤
“Dan jadilah kamu sekalian bagian dari umat yang menyerukan kebajikan dan mengajak yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung [Quran Surat Ali Imron, ayat 104]

News

Rabu, 07 Desember 2011

Umat Islam Lebih Religius daripada Yang Lain, Survei Mengatakan

Para ahli mengatakan konflik, teologi dapat menjelaskan komitmen yang lebih pada diri orang Islam

(CNN) - Setiap agama memiliki penganut fanatik dan juga orang-orang yang setengah-setengah, yang saleh, dan yang pragmatis, tetapi bukti-bukti baru menunjukkan bahwa umat Islam cenderung lebih berkomitmen terhadap keyakinan mereka daripada mereka yang beragama lain.

Dibandingkan orang-orang Kristen dan Hindu, Muslim jauh lebih yakin bahwa agama mereka satu-satunya jalan ke surga, menurut sebuah survei global terbaru, dan lebih cenderung untuk mengatakan bahwa agama mereka adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari mereka.

Muslim juga memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengatakan agama mereka memotivasi mereka untuk melakukan perbuatan baik, kata survei yang dirilis selama musim panas oleh Ipsos-Mori, sebuah perusahaan riset Inggris yang melakukan jajak pendapat di seluruh dunia.

Islam adalah agama terbesar kedua di dunia – setelah Kristen dan di atas Hindu, agama terbesar ketiga. Dengan sekitar 1,5 miliar pengikut dan terus meningkat, karena pengaruh Islam mungkin tumbuh lebih cepat dari perkiraan setelah pergolakan Arab yang menumbangkan para penguasa sekuler sebelumnya dan membuka jalan bagi partai-partai politik berafiliasi Islam.

Tidak diragukan lagi pentingnya Islam, namun para ahli memiliki teori yang berbeda mengapa Muslim tampak lebih religius daripada penganut agama global lainnya - dan pandangan perlu tidaknya mengkhawatirkan kefanatikan umat Islam terhadap keyakinan mereka.

Salah satu penjelasan bisa dilihat berdasarkan fakta dewasa ini, kata Azyumardi Azra, seorang ahli tentang Islam di Indonesia, negara mayoritas berpenduduk terbesar muslim di dunia.

Banyak Muslim semakin menegaskan diri mereka berbeda dari apa yang mereka lihat sebagai Kristen Barat, kata Azra, direktur Sekolah Pascasarjana di Universitas Islam Negeri di Jakarta.

"Saat ini mereka memandang Barat secara moral sebagai kemerosotan, sehingga banyak umat Islam merasa bahwa Islam adalah jalan hidup terbaik. Islam bagi mereka adalah satu-satunya penyelamat," katanya.

Perasaan tersebut semakin menguat sejak serangan, 11 September 2001, karena semakin banyak Muslim yakin adanya "konflik yang berkembang antara Islam dan Barat," katanya.

"Sayangnya meningkatnya keterikatan antara umat Islam dalam agama Islam secara umum telah disalahgunakan oleh Muslim dan pejuang Islam yang berpikiran harafiah untuk tujuan mereka sendiri," katanya.

Tetapi para ahli lain mengatakan bahwa keyakinan keagamaan yang mendalam tidak selalu mengarah pada kekerasan.

"Menjadi lebih religius tidak selalu berarti bahwa mereka akan menjadi pelaku bom bunuh diri," kata Ed Husain, seorang mantan Islamis radikal yang kini menjadi pakar Timur Tengah di Lembaga Hubungan Luar Negeri di New York.

Bahkan, Husain berpendapat bahwa pendidikan agama "bisa menjadi penangkal" radikalisme.

Yang paling mungkin menjadi orang Islam radikal, katanya, adalah mereka yang dibesarkan tanpa pendidikan agama dan kemudian masuk Islam, sebagai "lahir-kembali”.

Beberapa ahli seperti Husain berpendapat, Muslim yang dibesarkan dengan landasan agama yang kuat lebih dapat menolak distorsi Islam yang ditawarkan oleh perekrut untuk mejadi radikal, yang membuat mereka cenderung berhaluan keras.

Tapi dia setuju bahwa umat Islam melekat kuat pada keyakinan mereka, dan mengatakan alasannya terletak pada agama itu sendiri. "Umat Islam berkeyakinan bahwa merekalah yang memiliki kebenaran terakhir," kata Husain.

Muslim percaya "Yahudi dan Kristen datang sebelum kami dan Muhammad adalah nabi terakhir," kata Husain, pengarang buku " The Islamist" yang bercerita tentang pengalamannya dengan radikal. "Nabi kami bertujuan menyempurnakan wahyu dari para Nabi sebelumnya."

Kedalaman komitmen Muslim terhadap agama Islam bukan hanya masalah teologi dan kejadian saat ini, namun juga dilandasi pendidikan dan sejarah, para ahli lain mengatakan.

"Di mana agama terhubung ke lembaga-lembaga negara, di mana agama tertanam sejak kecil. Anda mendapatkan perasaan bahwa 'jalan saya adalah satu-satunya jalan', kata Fiyaz Mughal, direktur Faith Matters, sebuah organisasi resolusi konflik di london.

Hasil survei Ipsos-Mori termasuk dua negara dengan hubungan yang kuat antara agama dan negara: Negara Islam Arab Saudi, yang menyebut dirinya pengawal dua kota suci Islam, Mekah dan Madinah, dan Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Negara mayoritas muslim ketiga dalam penelitian ini adalah Turki, yang memiliki hubungan yang sangat berbeda dengan agama. Turki didirikan setelah Perang Dunia I sebagai negara sekuler. Tapi meskipun beberapa generasi mencoba untuk memisahkan antara masjid dan negara, Turki sekarang diperintah oleh partai berhaluan Islam, AKP.

Pengalaman Turki menunjukkan betapa sulitnya memisahkan pemerintahan dari agama di negara mayoritas Muslim, ini membantu menjelaskan komitmen Muslim terhadap agama mereka, kata Azyumardi Azra, ahli Indonesia.

Dia mencatat bahwa tidak ada "Pencerahan" dalam Islam seperti yang ada di Eropa pada abad 17 dan 18, saat melemahnya hubungan antara gereja dan negara di negara-negara Kristen.

"Komunitas Muslim tidak pernah merasakan sekularisasi yang kuat yang terjadi di Eropa dan Barat pada umumnya," kata Azra. "Jadi Islam masih sangat kuat dianut."

Sumber: www.clickondetroit.com

Umat Islam Lebih Religius daripada Yang Lain, Survei Mengatakan

Para ahli mengatakan konflik, teologi dapat menjelaskan komitmen yang lebih pada diri orang Islam

(CNN) - Setiap agama memiliki penganut fanatik dan juga orang-orang yang setengah-setengah, yang saleh, dan yang pragmatis, tetapi bukti-bukti baru menunjukkan bahwa umat Islam cenderung lebih berkomitmen terhadap keyakinan mereka daripada mereka yang beragama lain.

Dibandingkan orang-orang Kristen dan Hindu, Muslim jauh lebih yakin bahwa agama mereka satu-satunya jalan ke surga, menurut sebuah survei global terbaru, dan lebih cenderung untuk mengatakan bahwa agama mereka adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari mereka.

Muslim juga memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengatakan agama mereka memotivasi mereka untuk melakukan perbuatan baik, kata survei yang dirilis selama musim panas oleh Ipsos-Mori, sebuah perusahaan riset Inggris yang melakukan jajak pendapat di seluruh dunia.

Islam adalah agama terbesar kedua di dunia – setelah Kristen dan di atas Hindu, agama terbesar ketiga. Dengan sekitar 1,5 miliar pengikut dan terus meningkat, karena pengaruh Islam mungkin tumbuh lebih cepat dari perkiraan setelah pergolakan Arab yang menumbangkan para penguasa sekuler sebelumnya dan membuka jalan bagi partai-partai politik berafiliasi Islam.

Tidak diragukan lagi pentingnya Islam, namun para ahli memiliki teori yang berbeda mengapa Muslim tampak lebih religius daripada penganut agama global lainnya - dan pandangan perlu tidaknya mengkhawatirkan kefanatikan umat Islam terhadap keyakinan mereka.

Salah satu penjelasan bisa dilihat berdasarkan fakta dewasa ini, kata Azyumardi Azra, seorang ahli tentang Islam di Indonesia, negara mayoritas berpenduduk terbesar muslim di dunia.

Banyak Muslim semakin menegaskan diri mereka berbeda dari apa yang mereka lihat sebagai Kristen Barat, kata Azra, direktur Sekolah Pascasarjana di Universitas Islam Negeri di Jakarta.

"Saat ini mereka memandang Barat secara moral sebagai kemerosotan, sehingga banyak umat Islam merasa bahwa Islam adalah jalan hidup terbaik. Islam bagi mereka adalah satu-satunya penyelamat," katanya.

Perasaan tersebut semakin menguat sejak serangan, 11 September 2001, karena semakin banyak Muslim yakin adanya "konflik yang berkembang antara Islam dan Barat," katanya.

"Sayangnya meningkatnya keterikatan antara umat Islam dalam agama Islam secara umum telah disalahgunakan oleh Muslim dan pejuang Islam yang berpikiran harafiah untuk tujuan mereka sendiri," katanya.

Tetapi para ahli lain mengatakan bahwa keyakinan keagamaan yang mendalam tidak selalu mengarah pada kekerasan.

"Menjadi lebih religius tidak selalu berarti bahwa mereka akan menjadi pelaku bom bunuh diri," kata Ed Husain, seorang mantan Islamis radikal yang kini menjadi pakar Timur Tengah di Lembaga Hubungan Luar Negeri di New York.

Bahkan, Husain berpendapat bahwa pendidikan agama "bisa menjadi penangkal" radikalisme.

Yang paling mungkin menjadi orang Islam radikal, katanya, adalah mereka yang dibesarkan tanpa pendidikan agama dan kemudian masuk Islam, sebagai "lahir-kembali”.

Beberapa ahli seperti Husain berpendapat, Muslim yang dibesarkan dengan landasan agama yang kuat lebih dapat menolak distorsi Islam yang ditawarkan oleh perekrut untuk mejadi radikal, yang membuat mereka cenderung berhaluan keras.

Tapi dia setuju bahwa umat Islam melekat kuat pada keyakinan mereka, dan mengatakan alasannya terletak pada agama itu sendiri. "Umat Islam berkeyakinan bahwa merekalah yang memiliki kebenaran terakhir," kata Husain.

Muslim percaya "Yahudi dan Kristen datang sebelum kami dan Muhammad adalah nabi terakhir," kata Husain, pengarang buku " The Islamist" yang bercerita tentang pengalamannya dengan radikal. "Nabi kami bertujuan menyempurnakan wahyu dari para Nabi sebelumnya."

Kedalaman komitmen Muslim terhadap agama Islam bukan hanya masalah teologi dan kejadian saat ini, namun juga dilandasi pendidikan dan sejarah, para ahli lain mengatakan.

"Di mana agama terhubung ke lembaga-lembaga negara, di mana agama tertanam sejak kecil. Anda mendapatkan perasaan bahwa 'jalan saya adalah satu-satunya jalan', kata Fiyaz Mughal, direktur Faith Matters, sebuah organisasi resolusi konflik di london.

Hasil survei Ipsos-Mori termasuk dua negara dengan hubungan yang kuat antara agama dan negara: Negara Islam Arab Saudi, yang menyebut dirinya pengawal dua kota suci Islam, Mekah dan Madinah, dan Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Negara mayoritas muslim ketiga dalam penelitian ini adalah Turki, yang memiliki hubungan yang sangat berbeda dengan agama. Turki didirikan setelah Perang Dunia I sebagai negara sekuler. Tapi meskipun beberapa generasi mencoba untuk memisahkan antara masjid dan negara, Turki sekarang diperintah oleh partai berhaluan Islam, AKP.

Pengalaman Turki menunjukkan betapa sulitnya memisahkan pemerintahan dari agama di negara mayoritas Muslim, ini membantu menjelaskan komitmen Muslim terhadap agama mereka, kata Azyumardi Azra, ahli Indonesia.

Dia mencatat bahwa tidak ada "Pencerahan" dalam Islam seperti yang ada di Eropa pada abad 17 dan 18, saat melemahnya hubungan antara gereja dan negara di negara-negara Kristen.

"Komunitas Muslim tidak pernah merasakan sekularisasi yang kuat yang terjadi di Eropa dan Barat pada umumnya," kata Azra. "Jadi Islam masih sangat kuat dianut."

Sumber: www.clickondetroit.com