Motto

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ* القران سورة آل عمران ١٠٤
“Dan jadilah kamu sekalian bagian dari umat yang menyerukan kebajikan dan mengajak yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung [Quran Surat Ali Imron, ayat 104]

News

Minggu, 01 April 2012

Belajar Menghargai Kaum Non-Muslim

Dalam Hadist Nasai No. 4706 (versi Maktaba Shamila) Kitabu Kosaama diriwayatkan bahwa pada masa jahiliyah sebelum Islam, seorang majikan memukul pembantunya hingga meninggal karena meminjamkan tali onta kepada musafir lain di tengah perjalanan menuju kota Mekah. Sesampai di Mekah Sang Majikan yang berasal dari Bani Hasyim menceritakan kepada pemimpim Mekah, Abu Thalib, bahwa buruhnya sakit dan meninggal di perjalanan.

Pada musim haji berikutnya seorang musafir Ahli Yaman yang menjadi saksi kematian buruh tersebut melaporkan bahwa pembantu Bani Hasyim yang beretnis Kuraisy itu sebenarnya telah dibunuh oleh majikannya. Seketika itu pula Abu Thalib memanggil sang majikan dengan memberikan tiga opsi:
  1. Apabila kesaksian tersebut benar dan sang majikan mengakui maka ia harus membayar denda 100 onta.
  2. Apabila sang majikan tidak mengakui maka ia harus mendatangkan 50 orang saksi untuk bersumpah.
  3. Pilihan ketiga adalah Sang majikan, pelaku pembunuhan itu langsung dihukum mati.
Dalam kasus ini majikan Bani Hasyim memilih mendatangkan 50 orang untuk bersumpah maka selamatlah ia dari hukuman mati dan denda 100 onta. Abu Thalib bersedia menerima sumpah mereka dan menghukumi kasus tersebut berdasarkan yang tampak sekalipun sumpah mereka ternyata dusta. Selanjutnya diceritakan bahwa 48 orang dari 50 orang tersebut meninggal dunia dalam kurun waktu satu tahun setelah melakukan sumpah palsu mereka.

Tiga pilihan putusan hukum itu kemudian di adopsi dan diterapkan oleh Rasulullah SAW sebagai salah satu syariat Islam. Ini merupakan bukti bahwa Islam menghargai dan mau menerima aturan non-Islam yang dianggap adil dan baik. Penerapan hukum jahiliayah ke dalam Islam diperkuat dengan hadist no. 4707, 4708 dan 4709
4707 - ... أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ، وَسُلَيْمَانُ بْنُ يَسَارٍ، عَنْ رَجُلٍ، مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْأَنْصَارِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَقَرَّ الْقَسَامَةَ عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ»
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menerapkan sumpah sebagaimana yang berlaku pada masa jahiliyah”.

4708 - ...، عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “ أَنَّ الْقَسَامَةَ كَانَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَأَقَرَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَقَضَى بِهَا بَيْنَ أُنَاسٍ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي قَتِيلٍ ادَّعَوْهُ عَلَى يَهُودِ خَيْبَرَ”
“Maka Rasulullah SAW menerapkan apa-apa yang berlaku pada masa jahiliyah, dan menghukumi dengannya antara manusia dari ansor dalam perkara pembunuhan yang dituduhkan kepada seorang Yahudi dari wilayah Khoibar.

Tidak sampai di situ, ternyata Rasulullah SAW juga menghargai pengakuan dan sumpah dari seorang Yahudi yang sedang berselisih dengan keluarga Muslim. Hadist no. 4710 sampai 4716 menceritakan seorang Muslim bernama Abdullah bin Sahl telah mati terbunuh dan keluarganya menuduh seorang Yahudi sebagai pelakunya. Namun demikian sang Yahudi bersumpah demi Allah bahwa ia tidak melakukannya.

Kemudian Nabi meminta keluarga korban untuk mendatangkan 50 orang saksi yang mau bersumpah, akan tetapi keluarga Abdullah bin Sahl yang terdiri dari Muhaishoh, Huwaishoh dan Abdurohman tersebut tidak bersedia bersumpah karena memang mereka tidak menyaksikan sendiri juga mereka menolak sumpah dari orang Yahudi yang notebene adalah orang kafir.

Terhadap situasi alot yang menegangkan tersebut justru Rasulullah SAW rela berkorban dengan membayar sendiri denda kematian Abdullah bin Sahl sebanyak 100 onta. MASYAALLOH.

Hadist Nasai Kitabu Kosaama secara keseluruhan memberikan pelajaran pada kaum Muslim.
  1. Seorang muslim hendaknya benar dalam berkata lebih-lebih pernyataan yang di bawah sumpah. Sumpah yang tidak benar berakibat sangsi buruk di dunia maupun di akhirat.
  2. Umat Islam hendaknya menghargai pengakuan dan sumpah siapapun, sekalipun dia orang non-Muslim. Bila dijabarkan lebih luas lagi, umat Islam harus bisa hidup berdampingan dan saling menghargai dengan kaum non-Muslim.
  3. Kaum Muslim boleh menerima dan menerapkan nilai-nilai, aturan-aturan, budaya atau etiket yang berlaku dalam masyarakat heterogen atau non-Muslim selagi tidak melanggar syariat Islam.
  4. Seorang pemimpin hendaknya rela berkorban untuk menciptakan suasana damai antar golongan yang berselisih sebaliknya tidak memanfaatkan situasi dan mengambil keuntungan dari kelompok-kelompok yang berkonflik.
Kitabu Kosaama tersebut terdapat dalam Kitab Hadist Nasai jilid 8 yang mulai malam 31 Maret 2012 dikaji di Masjid Taqwa desa Sruni Sidoarjo. Khataman hadist besar merupakan agenda rutin yang diselenggarakan oleh DPD LDII Sidoarjo sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Sayangnya bahwa Nomor hadist Nasai versi cetak masih ada selisih 9 nomor dengan versi digital Maktaba Shamela.

Belajar Menghargai Kaum Non-Muslim

Dalam Hadist Nasai No. 4706 (versi Maktaba Shamila) Kitabu Kosaama diriwayatkan bahwa pada masa jahiliyah sebelum Islam, seorang majikan memukul pembantunya hingga meninggal karena meminjamkan tali onta kepada musafir lain di tengah perjalanan menuju kota Mekah. Sesampai di Mekah Sang Majikan yang berasal dari Bani Hasyim menceritakan kepada pemimpim Mekah, Abu Thalib, bahwa buruhnya sakit dan meninggal di perjalanan.

Pada musim haji berikutnya seorang musafir Ahli Yaman yang menjadi saksi kematian buruh tersebut melaporkan bahwa pembantu Bani Hasyim yang beretnis Kuraisy itu sebenarnya telah dibunuh oleh majikannya. Seketika itu pula Abu Thalib memanggil sang majikan dengan memberikan tiga opsi:
  1. Apabila kesaksian tersebut benar dan sang majikan mengakui maka ia harus membayar denda 100 onta.
  2. Apabila sang majikan tidak mengakui maka ia harus mendatangkan 50 orang saksi untuk bersumpah.
  3. Pilihan ketiga adalah Sang majikan, pelaku pembunuhan itu langsung dihukum mati.
Dalam kasus ini majikan Bani Hasyim memilih mendatangkan 50 orang untuk bersumpah maka selamatlah ia dari hukuman mati dan denda 100 onta. Abu Thalib bersedia menerima sumpah mereka dan menghukumi kasus tersebut berdasarkan yang tampak sekalipun sumpah mereka ternyata dusta. Selanjutnya diceritakan bahwa 48 orang dari 50 orang tersebut meninggal dunia dalam kurun waktu satu tahun setelah melakukan sumpah palsu mereka.

Tiga pilihan putusan hukum itu kemudian di adopsi dan diterapkan oleh Rasulullah SAW sebagai salah satu syariat Islam. Ini merupakan bukti bahwa Islam menghargai dan mau menerima aturan non-Islam yang dianggap adil dan baik. Penerapan hukum jahiliayah ke dalam Islam diperkuat dengan hadist no. 4707, 4708 dan 4709
4707 - ... أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ، وَسُلَيْمَانُ بْنُ يَسَارٍ، عَنْ رَجُلٍ، مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْأَنْصَارِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَقَرَّ الْقَسَامَةَ عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ»
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menerapkan sumpah sebagaimana yang berlaku pada masa jahiliyah”.

4708 - ...، عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “ أَنَّ الْقَسَامَةَ كَانَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَأَقَرَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَقَضَى بِهَا بَيْنَ أُنَاسٍ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي قَتِيلٍ ادَّعَوْهُ عَلَى يَهُودِ خَيْبَرَ”
“Maka Rasulullah SAW menerapkan apa-apa yang berlaku pada masa jahiliyah, dan menghukumi dengannya antara manusia dari ansor dalam perkara pembunuhan yang dituduhkan kepada seorang Yahudi dari wilayah Khoibar.

Tidak sampai di situ, ternyata Rasulullah SAW juga menghargai pengakuan dan sumpah dari seorang Yahudi yang sedang berselisih dengan keluarga Muslim. Hadist no. 4710 sampai 4716 menceritakan seorang Muslim bernama Abdullah bin Sahl telah mati terbunuh dan keluarganya menuduh seorang Yahudi sebagai pelakunya. Namun demikian sang Yahudi bersumpah demi Allah bahwa ia tidak melakukannya.

Kemudian Nabi meminta keluarga korban untuk mendatangkan 50 orang saksi yang mau bersumpah, akan tetapi keluarga Abdullah bin Sahl yang terdiri dari Muhaishoh, Huwaishoh dan Abdurohman tersebut tidak bersedia bersumpah karena memang mereka tidak menyaksikan sendiri juga mereka menolak sumpah dari orang Yahudi yang notebene adalah orang kafir.

Terhadap situasi alot yang menegangkan tersebut justru Rasulullah SAW rela berkorban dengan membayar sendiri denda kematian Abdullah bin Sahl sebanyak 100 onta. MASYAALLOH.

Hadist Nasai Kitabu Kosaama secara keseluruhan memberikan pelajaran pada kaum Muslim.
  1. Seorang muslim hendaknya benar dalam berkata lebih-lebih pernyataan yang di bawah sumpah. Sumpah yang tidak benar berakibat sangsi buruk di dunia maupun di akhirat.
  2. Umat Islam hendaknya menghargai pengakuan dan sumpah siapapun, sekalipun dia orang non-Muslim. Bila dijabarkan lebih luas lagi, umat Islam harus bisa hidup berdampingan dan saling menghargai dengan kaum non-Muslim.
  3. Kaum Muslim boleh menerima dan menerapkan nilai-nilai, aturan-aturan, budaya atau etiket yang berlaku dalam masyarakat heterogen atau non-Muslim selagi tidak melanggar syariat Islam.
  4. Seorang pemimpin hendaknya rela berkorban untuk menciptakan suasana damai antar golongan yang berselisih sebaliknya tidak memanfaatkan situasi dan mengambil keuntungan dari kelompok-kelompok yang berkonflik.
Kitabu Kosaama tersebut terdapat dalam Kitab Hadist Nasai jilid 8 yang mulai malam 31 Maret 2012 dikaji di Masjid Taqwa desa Sruni Sidoarjo. Khataman hadist besar merupakan agenda rutin yang diselenggarakan oleh DPD LDII Sidoarjo sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Sayangnya bahwa Nomor hadist Nasai versi cetak masih ada selisih 9 nomor dengan versi digital Maktaba Shamela.