Motto

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ* القران سورة آل عمران ١٠٤
“Dan jadilah kamu sekalian bagian dari umat yang menyerukan kebajikan dan mengajak yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung [Quran Surat Ali Imron, ayat 104]

News

Kamis, 03 Maret 2011

Imam Al-Ghazali, Pengikut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (bagian 4)

Membangun Ukhuwwah Islamiyah di atas Pondasi Al-Quran dan As-Sunnah
Ghazali, sebenarnya, adalah nama tempat dari wilayah At-Thusi wilayah dari Naisabur. Naisabur juga kota tempat tinggal أَبُوْ سَعِيْدٍ النَّيْسَابُورِيّ (Abu Sa’id An-Naisaburi) yang menulis di dalam kitab شَرَفُ الْمُصْطَفَى yang artinya Keunggulan Orang Yang Dipilih, bahwa “Jumlah keunikan yang dikhususkan untuk Nabi kita صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengalahkan seluruh Nabi yang ada adalah 60 macam.” Cukup banyak ulama dari kota Naisabur, إسْحَاقُ بْنُ إبْرَاهِيمَ بْنِ هَانِئٍ النّيْسَابُورِيّ (Ischaq bin Ibrahim bin Hani’ An-Naisaburi) juga berasal dari kota tersebut. Imam Muslim penyusun Hadits Muslim juga berasal dari kota tersebut.

Dalam Faidhul-Qadir Al-Munawi menjelaskan:
(م ِلمُسْلِمٍ) أَبُوْ الْحُسَيْنِ ابْنُ الْحَجاَّجِ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ صاَحِبُ الصَّحِيْحِ اْلمَشْهثوْدِ لَهُ بِالتَّرْجِيْحِ ، صَنَّفَهُ مِنْ ثَلاَثِمِائَةِ أَلْفِ حَدِيْثٍ كَماَ فِي تاَرِيْخِ ابْنِ عَساَكِرٍ
(Huruf Mim adalah sebagai tanda dari kitab karya Muslim) yakni Abul-Chusain ibnu Al-Chajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi penyusun Kitab Shahih yang sangat masyhur dan telah disaksikan ke-shahihannya dengan pertimbangan yang cermat. Muslim telah menyaring 300. 000 Hadits hingga akhirnya menjadi Kitab tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Tarikh Ibnu Asakir.


Kitab Imam Al-Ghazali yang berjudul Bidayatul-Hidayah telah disyarahkan oleh An-Nawawi Al-Bantani dengan judul Maraqil-Ubudiyyah. Meskipun Imam Al-Ghazali besar jasanya karena ilmunya yang telah dia tebarkan, namun masih banyak sekali ulama yang kedudukannya di atas dia atau jauh di atas dia.

Tingkatan alim deretannya panjang sekali, yang paling tinggi di antara manusia adalah Nabi Muhammad صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Kalau dari kalangan sahabat adalah Abu Bakr As-Shiddiq. Bukti bahwa Nabi Muhammad صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ adalah orang yang paling pandai adalah dia diberi wahyu Al-Qur’an, yaitu kitab yang saking uniknya mampu menunjukkan secara ilmiah bahkan secara mukjizah bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah yang memuat ilmu Allah. Yang kedua Al-Qur’an mampu menjelaskan bahwa Allah adalah Esa tidak berputra dan tidak diputrakan dan tidak ada yang membandinginya. Allah berfirman:
“لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
Tapi Allah bersakasi (bahwa kau Utusan Allah) berdasarkan yang telah Dia turunkan padamu, Dia menurunkannya dengan memuat Ilmu-Nya. Para malaikat juga bersaksi. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”

Alasan bahwa Abu Bakr adalah sahabat Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ yang paling pandai berada di dalam Muhammad Rasulullah karya Muhammad Ridha:
فِي اْلبُخاَرِيِّ مِنْ حَدِيْثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ أَنَّ اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْنَماَ هُمْ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ مِنْ يَوْمِ اْلإِثْنَيْنِ وَأَبُوْ بَكْرٍ يُصَلِّي لَهُمْ لَمْ يُفاَجِئْهُمْ إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَدْ كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَةِ عاَئِشَةَ رضي الله عنها فَنَظَرَ عَلَيْهِمْ وَهُمْ فِي صُفُوْفِ الصَّلاَةِ ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ فَنَكَصَ اَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ لِيَصِلَ الصَّفَّ وَظَنَّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يُرِيْدُ أَنْ يَخْرُجَ لِلصَّلاَةِ . قاَلَ أَنَسٌ وَهَمَّ اْلمُسْلِمُوْنَ أَنْ يَفْتَتِنُوْا فِي صَلاَتِهِمْ فَرَحًا بِرَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَاَشاَرَ إِلَيْهِمْ بِيَدِهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَنْ أَتِمُّوْا صَلاَتَكُمْ ثُمَّ دَخَلَ الْحُجْرَةَ وَأَرْخَى السِّتْرَ . زاَدَ فِي رِواَيَةٍ فَتُوُفِّيَ مِنْ يَوْمِهِ . وَاجْتَمَعَ حَوْلَهُ أَصْحاَبُهُ يَبْكُوْنَ . قاَلَتْ عاَئِشَةُ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي بَيْتِيْ وَبَيْنَ سَحْرِى وَنَحْرِى وَالْمُراَدُ أَنَّهُ تُوُفِّيَ وَهُوَ فِي حَجْرِهاَ وَكاَنَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ غاَئِباً فَسَلَّ عُمَرُ بْنُ اْلخَطاَّبِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ سَيْفَهُ وَتَوَعَّدَ مَنْ يَقُوْلُ ماَتَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَأَقْبَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ حِيْنَ بَلَغَهُ الْخَبَرُ إِلَى بَيْتِ عاَئِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ فَجَثاَ يُقَبِّلُهُ وَيَبْكِي ثُمَّ خَرَجَ فَقاَلَ أَيُّهاَ اْلحاَلِفُ عَلَى رِسْلِكَ . فَلَماَّ تَكَلَّمَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ جَلَسَ عُمَرُ فَحَمِدَ اللهَ اَبُوْ بَكْرٍ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قاَلَ : (أَلاَ مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَىٌّ لاَ يَمُوتُ وقال { إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ} وَ قاَلَ { وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ} فَنَشَجَ النَّاسُ يَبْكُونَ رَوَاهُ الْبُخاَرِيُّ ) فَكاَنَ أَجْزَعُ الناَّسِ كُلِّهِمْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطاَّبِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ فَلَماَّ سَمِعَ قَوْلَ أَبِي بَكْرٍ قاَلَ فَوَاللهِ لَكَأَنِّيْ لَمْ أَتْلُ هَذِهِ اْلآيَةِ قَطُّ وَوُقُوْفُ أَبِيْ بَكْرٍ هَذاَ اْلمَوْقِف يَدُلُّ عَلَى رِباَطَةِ جَأْشِهِ عِنْدَ الْكُرُوْبِ وَضَبْطِ النَّفْسِ وَعَلَى حِكْمَتِهِ وَشَجاَعَتِهِ فَإِنَّ رَسُوْلُ اللهِ لَماًَّ تُوُفِّيَ طاَشَتِ اْلعُقُوْلُ فَمِنْهُمْ مَنْ خَبِلَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَقْعَدَ وَلَمْ يُطِقِ اْلقِياَمَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَخْرَسَ فَلَمْ يُطِقا لكَلاَمَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَضْنىَ. وَكاَنَ عُمَرُ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ مِمَّنْ خَبِلَ وَكاَنَ عُثْماَنُ رَضِيَ اللّهُ مِمَّنْ أَخْرَسَ فَكاَنَ لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَتَكَلَّمَ وَكاَنَ لعي رَضِيَ اللّهُ مِمَّنْ أَقْعَدَ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَتَحَرَّكَ وَ أَضْنىَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ فَماَتَ كَمْداً وَكَانَ أَثْبَتَهُمْ أَبُوْ بَكْرٍ قاَلَ اْلقُرْطُبِيُّ وَهَذاَ أَوَّلُ دَلِيْلٍ عَلَى كَماَلِ شَجَاعَةِ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ ِلأَنَّ الشُّجاَعَةَ هِيَ ثُبُوْتُ الْقَلْبِ عِنْدَ حُلُوْلِ اْلمَصاَئِبِ وَلاَ مُصِيْبَةٌ أَعْظَمُ مِنْ مَوْتِ رَسُوْلِ اللهِ فَظَهَرَتْ شُجاَعَةُ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ وَرُوِيَ أَنَّ بِلاَلاً رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ كاَنَ يُؤَذِّنُ بَعْدَ وَفاَتِهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَقَبْلَ دَفْنِهِ قاَلَ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ارْتَجَّ اْلمَسْجِدُ بِالْبُكاَءِ والنَّحِيْبِ وَكاَنَتْ وَفاَتُهُ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ بِلاَ خِلاَفٍ وَاخْتُلِفَ فِي اَيِّ اْلإِثْنَيْنِ كاَنَتْ وَفاَتُهُ فَقاَلَ فُقَهاَءُ اْلحِجاَزِ إِنَّ رَسُولَ اللهِ قُبِضَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ لِلَيْلَتَيْت مضيتا مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ اْلأَوَّلِ وَقاَلَ الْواَقِدِيُّ تُوُفِّيَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ لِثِنْتَيْ عَشْرٍو لَيْلَة خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ اْلأَوَّلِ وَدُفِنَ مِنَ الْغَدِ نِصْفَ النَّهاَرِ حِيْنَ زاَغَتِ الشَّمْسُ وَذَلِكَ يَوْمُ الثَّلاَثاَءِ وَكاَنَ عُمُرُهُ ثَلاَثًا وَسِتِّيْنَ سَنَةً
Di dalam Bukhari dijelaskan melalui Haditsnya Anas bin Malik “Sungguh di saat Muslimiin shalat fajar hari Senin pagi; saat itu yang mengimami mereka Abu Bakr. Yang mengejutkan mereka tiada lain kecuali Rasulullah membuka tirai kamar ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا. Beliau memandangi mereka di saat mereka sedang shalat. Selanjutnya beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ tersenyum dan tertawa; Abu Bakr mundur memasuki shaf karena menyangka beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ akan keluar untuk mengimami shalat. Anas berkata ‘muslimiin sengaja akan membatalkan shalat mereka karena bahagia dengan adanya Rasulallah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ akan mengimami mereka. Namun beliau isarah dengan tangannya pada mereka ‘sempurnakanlah shalat kalian!’, lalu beliau masuk kamar dan menurunkan korden. Bukhari menambah dalam riwayat lain ‘lalu beliau diwafatkan di hari itu’. Dan sahabat-sahabat beliau berkumpul dan menangis di sekelilingnya.

‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا berkata “Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ diwafatkan di rumahku, di antara dada dan leherku.” Maksudnya beliau diwafatkan di kamar ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا. Di saat itu Abu Bakr رَضِيَ اللّهُ عَنْه sedang pergi. Tak lama kemudian Umar menghunus pedangnya sambil mengeluarkan ancaman pada orang yang berani berkata “Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ telah wafat.” Ketika berita tersebut sampai pada Abu Bakr; saat itu pula ia segera datang ke rumah ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا untuk membuka wajah Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Sontak ia roboh men-cium baginda dan menangis. Selanjutnya dia keluar rumah untuk berkata “Hai orang yang bersumpah, tenang!.” Ketika Abu Bakr mulai berbicara; Umar segera duduk. Abu Bakr memuji dan menyanjung Allah. Selanjutnya berkata “Ketahuilah, barang siapa dulunya menyembah Muhammad, kini sungguh Muhammad telah wafat. Namun barang siapa sejak dulu menyembah Allah maka Allah akan selalu hidup takkan wafat. Abu Bakr juga membaca “إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ – Sungguh kau akan mati dan sungguh mereka juga akan mati.” Dia juga membaca:
“وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Dan Muhammad tiada lain kecuali seorang Rasul. Sebelum dia telah berlalu Rasul-rasul. Apa jika dia telah wafat atau dibunuh; kalian kembali pada tumit-tumit kalian?. Padahal barang siapa kembali pada dua tumitnya maka takkan memadharatkan pada Allah sedikitpun. Dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur.”

Sontak orang-orang meledak-kan tangisan. [HR Bukhari]. Konon saat itu orang yang paling banyak berceloteh adalah Umar. Begitu dia mendengar Abu Bakr membaca ayat di atas; dia berkata “Demi Allah sepertinya saya belum pernah membaca ayat ini sama sekali.” Ketenangan Abu Bakr dalam posisi susah seperti ini menunjukkan: kesempurnaan keteguhan hatinya, dan kesempurnaan jiwanya dalam menguasai hikmah-kebenaran. Karena di saat Rasulullah صّلى اللّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلّمَ wafat; akal Muslimiin menjadi kacau. Sebagain mereka ada yang seperti gila, ada yang lumpuh tidak mampu berdiri, ada yang bisu. Yang lumpuh dan yang bisu tidak bisa berbicara. Ada lagi yang lang-sung wafat. Umar termasuk yang seperti orang gila, Utsman termasuk orang yang bisu hingga tidak bisa berbicara sama-sekali, Ali termasuk orang yang lumpuh tidak mampu bergerak; sementara Abdullah bin Unais shok berat hingga wafat (2). Dan Abu Bakr lah yang paling teguh menghadapi cobaan tersebut.

Al-Qurtubi berkata “Inilah awal petunjuk mengenai kesempurnaan keteguhan Abu Bakr, karena keteguhan adalah ketenangan hati ketika mendapatkan mushibah, padahal tidak ada mushibah yang lebih besar dari pada wafatnya Rasulillah صّلى اللّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلّمَ. Maka nyata sekali keteguhan hati Abu Bakr As-Shiddiq رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ. Diriwayatkan bahwa sungguh setelah beliau wafat dan sebelum dikubur; Bilal mengumandangkan adzan “أَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا رَسُولُ اللّهِ - Saya bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah.” Sontak Masjid menggemuruh karena tangisan pelan dan tangisan keras Muslimiin. Konon beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ wafat pada hari Senin. Yang diperselisihkan adalah mengenai hari Senin yang keberapa?. Fuqaha’ (3) Hijaz berkata “Sesunguhnya Rasulullahصَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ diwafatkan pada hari Senin tanggal dua Rabiul-Awal.” Al-Waqidi berkata “Beliau di-wafatkan pada hari Senin tanggal duabelas Rabiul-Awal. Dimakamkan pada hari berikutnya di pertengahan siang di saat matahari telah condong, yaitu pada hari Selasa. Konon beliau berumur 63 tahun.” [Juz 1 halaman 580].

Dalil yang lebih jelas mengenai kepandaian Abu Bakr mengalahkan sahabat Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ lainnya adalah:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَطَبَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ ، فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ » . فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ - رضى الله عنه - فَقُلْتُ فِى نَفْسِى مَا يُبْكِى هَذَا الشَّيْخَ إِنْ يَكُنِ اللَّهُ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - هُوَ الْعَبْدَ ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا . قَالَ « يَا أَبَا بَكْرٍ لاَ تَبْكِ ، إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَىَّ فِى صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبُو بَكْرٍ ، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ ، وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الإِسْلاَمِ وَمَوَدَّتُهُ ، لاَ يَبْقَيَنَّ فِى الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلاَّ سُدَّ إِلاَّ بَابُ أَبِى بَكْرٍ »
Dari Abi Sa’id Al-Khudri “Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah ber-khutbah untuk menyatakan ‘sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba antara dunia dan yang di sisi-Nya. Namun dia telah memilih yang di sisi Allah’. Sontak Abu Bakrرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ menangis. Saat itu saya berkata dalam hatiku ‘apakah yang membuat ini Syaikh menangis?. jika Allah menyuruh memilih seorang hamba antara dunia yang di sisi Allah (kenapa dia mena-ngis)’. Ternyata Rasulullah-lah yang dimaksud hamba tersebut. Sejak dulu memang Abu Bakr lebih pandainya kami. Saat itu beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda ‘ya Aba Bakr, jangan menangis. Sungguh lebih terpercayanya mengenai per-sahabatan dan harta manusia adalah Abu Bakr. Sejak dulu kalau saya mau memilih idola dari umatku pasti saya telah memilih Abu Bakr. Tetapi per-saudaraan dan cinta kasih Islam-lah yang telah kulakukan. Takkan ada satu celah pun di dalam Masjid kecuali harus ditutup, kecuali celah jurusan Abi Bakr!’.”
[HR Bukhari juz 2 halaman 309].

Bagi orang awam merosotnya bahasa Arab dan melambungnya bahasa Inggris adalah sesuatu yang tak perlu dipersoalkan. Padahal besar kemungkinan bahwa ini termasuk bagian dari jurus Perang Salib modern. Ini bukannya su’udl-dlan atau menyangka jelek, tetapi bisa dilogika. Dulu di saat Belanda menjajah Indonesia; saat itu mata uang Indonesia masih dihias dengan kaligrafi indah. Itu menunjukkan bahwa di saat itu bahasa Arab masih mengangkasa. Di saat itu istilah-istilah keren bagi Muslimiin adalah yang dari bahasa Arab. Setelah sekularisme meroket istilah-istilah yang melambung-pun yang dari bahasa Inggris. Ini tentu bukan karena terjadi dengan sendirinya, tetapi karena ada kekuatan yang mendorong kearah sana, Karena ada fihak yang beruntung jika umat Islam tidak tahu bahasa Arab. Yaitu akan mudah dilumpuhkan dan dipengaruhi atau dibodohi hingga akhirnya akan mudah dimusnahkan.

Yang harus dicatat dan diperhatikan sehubungan dengan Perang Salib yang dampak-nya sangat besar bagi umat Islam ialah, perlunya meningkatkan ukhuwwah Islami-yyah dan kembali lagi pada Al-Qur’an dan As-sunnah, karena disadari atau tidak, ada kekuatan yang berusaha agar Islam dan iman sirna. Sejak ketika Islam dan iman tumbuh di Makkah selama tiga belas tahun, selama itu pula pemeluknya dirintangi dengan sengit dan kejam, hingga akhirnya mereka diusir dan hijrah ke Madinah. Sebagai i’la’i kalimatallah , yang artinya menjayakan kalimat Allah, maka jalan paling tepat adalah kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits atau As-Sunnah. Tanpa itu tidak mungkin berhasil bahkan justru akan tersesat. Karena sejarah telah membuktikan bahwa di saat umat Islam ber-pegangan Al-Qur’an dan Al-Hadits maka Allah memberi barakah yang luar biasa; sementara di saat mereka meninggalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, di saat itu pula Allah menumbangkan mereka bahkan menukikkan dari puncak kejayaan menuju jurang yang dalam bahkan turun lagi ke palung terdalam dari samudra peradaban.
__________________________________________________________________
(1)Penulis yakin naskah Maktabatus-Syamilah يُطِقا لكَلاَمَ salah. Yang benar فَلَمْ يُطِقِ الكَلاَمَ. Tulisan وَكاَنَ لعي juga salah. yang benar وَكاَنَ علي. Tulisan لِلَيْلَتَيْت مضيتا juga salah. Yang benar لِلَيْلَتَيْنِ مَضَتاَ. Tulisan عَشْرٍو ليلة juga salah. Yang benar عَشْر ليلة.
(2)Sudah menjadi kebiasaan para ahli Hadits menyebutkan seperlunya saja. Mestinya semua sahabat selain itu shok berat hingga lumpuh atau bisu atau seperti gila kecuali Abu Bakr.
(3)Fuqaha’ adalah para ali fiqih. Jamak dari faqiih.
(4)Bukhari meriwayatkan:
عَنْ أَبِى مُوسَى - رضى الله عنه - قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ ، فَمَنْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
Dari Abi Musa رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ “Seorang lelaki datang pada Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ untuk berkata ‘seorang lelaki berperang untuk mencari rampasan perang, ada lagi yang karena ingin disebut-sebut, ada lagi yang karena ingin di-ketahui kedudukannya. Siapakah yang di Jalan Allah?’. Nabi bersabda ‘orang yang berperang agar kalimat Allah lebih tinggi lah yang di Jalan Allah".
[Juz 10 halaman 215].
__________________________________________________________________
Kontributor: Al-Mukarrom Ustad KH. Shobirun Ahkam, pimpinan Pondok LDII Mulyo Abadi, Sleman, Yogyakarta

Artikel Sejenis

  1. Imam Al-Ghazali, Pengikut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (bagian 1)
  2. IMAM AL-GHAZALI, PENGIKUT AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA’AH (BAGIAN 2)
  3. IMAM AL-GHAZALI, PENGIKUT AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA’AH (bagian 3)

Imam Al-Ghazali, Pengikut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (bagian 4)

Membangun Ukhuwwah Islamiyah di atas Pondasi Al-Quran dan As-Sunnah
Ghazali, sebenarnya, adalah nama tempat dari wilayah At-Thusi wilayah dari Naisabur. Naisabur juga kota tempat tinggal أَبُوْ سَعِيْدٍ النَّيْسَابُورِيّ (Abu Sa’id An-Naisaburi) yang menulis di dalam kitab شَرَفُ الْمُصْطَفَى yang artinya Keunggulan Orang Yang Dipilih, bahwa “Jumlah keunikan yang dikhususkan untuk Nabi kita صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ mengalahkan seluruh Nabi yang ada adalah 60 macam.” Cukup banyak ulama dari kota Naisabur, إسْحَاقُ بْنُ إبْرَاهِيمَ بْنِ هَانِئٍ النّيْسَابُورِيّ (Ischaq bin Ibrahim bin Hani’ An-Naisaburi) juga berasal dari kota tersebut. Imam Muslim penyusun Hadits Muslim juga berasal dari kota tersebut.

Dalam Faidhul-Qadir Al-Munawi menjelaskan:
(م ِلمُسْلِمٍ) أَبُوْ الْحُسَيْنِ ابْنُ الْحَجاَّجِ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ صاَحِبُ الصَّحِيْحِ اْلمَشْهثوْدِ لَهُ بِالتَّرْجِيْحِ ، صَنَّفَهُ مِنْ ثَلاَثِمِائَةِ أَلْفِ حَدِيْثٍ كَماَ فِي تاَرِيْخِ ابْنِ عَساَكِرٍ
(Huruf Mim adalah sebagai tanda dari kitab karya Muslim) yakni Abul-Chusain ibnu Al-Chajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi penyusun Kitab Shahih yang sangat masyhur dan telah disaksikan ke-shahihannya dengan pertimbangan yang cermat. Muslim telah menyaring 300. 000 Hadits hingga akhirnya menjadi Kitab tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Tarikh Ibnu Asakir.


Kitab Imam Al-Ghazali yang berjudul Bidayatul-Hidayah telah disyarahkan oleh An-Nawawi Al-Bantani dengan judul Maraqil-Ubudiyyah. Meskipun Imam Al-Ghazali besar jasanya karena ilmunya yang telah dia tebarkan, namun masih banyak sekali ulama yang kedudukannya di atas dia atau jauh di atas dia.

Tingkatan alim deretannya panjang sekali, yang paling tinggi di antara manusia adalah Nabi Muhammad صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Kalau dari kalangan sahabat adalah Abu Bakr As-Shiddiq. Bukti bahwa Nabi Muhammad صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ adalah orang yang paling pandai adalah dia diberi wahyu Al-Qur’an, yaitu kitab yang saking uniknya mampu menunjukkan secara ilmiah bahkan secara mukjizah bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah yang memuat ilmu Allah. Yang kedua Al-Qur’an mampu menjelaskan bahwa Allah adalah Esa tidak berputra dan tidak diputrakan dan tidak ada yang membandinginya. Allah berfirman:
“لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
Tapi Allah bersakasi (bahwa kau Utusan Allah) berdasarkan yang telah Dia turunkan padamu, Dia menurunkannya dengan memuat Ilmu-Nya. Para malaikat juga bersaksi. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”

Alasan bahwa Abu Bakr adalah sahabat Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ yang paling pandai berada di dalam Muhammad Rasulullah karya Muhammad Ridha:
فِي اْلبُخاَرِيِّ مِنْ حَدِيْثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ أَنَّ اْلمُسْلِمِيْنَ بَيْنَماَ هُمْ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ مِنْ يَوْمِ اْلإِثْنَيْنِ وَأَبُوْ بَكْرٍ يُصَلِّي لَهُمْ لَمْ يُفاَجِئْهُمْ إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَدْ كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَةِ عاَئِشَةَ رضي الله عنها فَنَظَرَ عَلَيْهِمْ وَهُمْ فِي صُفُوْفِ الصَّلاَةِ ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ فَنَكَصَ اَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ لِيَصِلَ الصَّفَّ وَظَنَّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يُرِيْدُ أَنْ يَخْرُجَ لِلصَّلاَةِ . قاَلَ أَنَسٌ وَهَمَّ اْلمُسْلِمُوْنَ أَنْ يَفْتَتِنُوْا فِي صَلاَتِهِمْ فَرَحًا بِرَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَاَشاَرَ إِلَيْهِمْ بِيَدِهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَنْ أَتِمُّوْا صَلاَتَكُمْ ثُمَّ دَخَلَ الْحُجْرَةَ وَأَرْخَى السِّتْرَ . زاَدَ فِي رِواَيَةٍ فَتُوُفِّيَ مِنْ يَوْمِهِ . وَاجْتَمَعَ حَوْلَهُ أَصْحاَبُهُ يَبْكُوْنَ . قاَلَتْ عاَئِشَةُ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي بَيْتِيْ وَبَيْنَ سَحْرِى وَنَحْرِى وَالْمُراَدُ أَنَّهُ تُوُفِّيَ وَهُوَ فِي حَجْرِهاَ وَكاَنَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ غاَئِباً فَسَلَّ عُمَرُ بْنُ اْلخَطاَّبِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ سَيْفَهُ وَتَوَعَّدَ مَنْ يَقُوْلُ ماَتَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَأَقْبَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ حِيْنَ بَلَغَهُ الْخَبَرُ إِلَى بَيْتِ عاَئِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ فَجَثاَ يُقَبِّلُهُ وَيَبْكِي ثُمَّ خَرَجَ فَقاَلَ أَيُّهاَ اْلحاَلِفُ عَلَى رِسْلِكَ . فَلَماَّ تَكَلَّمَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ جَلَسَ عُمَرُ فَحَمِدَ اللهَ اَبُوْ بَكْرٍ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قاَلَ : (أَلاَ مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَىٌّ لاَ يَمُوتُ وقال { إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ} وَ قاَلَ { وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ} فَنَشَجَ النَّاسُ يَبْكُونَ رَوَاهُ الْبُخاَرِيُّ ) فَكاَنَ أَجْزَعُ الناَّسِ كُلِّهِمْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطاَّبِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ فَلَماَّ سَمِعَ قَوْلَ أَبِي بَكْرٍ قاَلَ فَوَاللهِ لَكَأَنِّيْ لَمْ أَتْلُ هَذِهِ اْلآيَةِ قَطُّ وَوُقُوْفُ أَبِيْ بَكْرٍ هَذاَ اْلمَوْقِف يَدُلُّ عَلَى رِباَطَةِ جَأْشِهِ عِنْدَ الْكُرُوْبِ وَضَبْطِ النَّفْسِ وَعَلَى حِكْمَتِهِ وَشَجاَعَتِهِ فَإِنَّ رَسُوْلُ اللهِ لَماًَّ تُوُفِّيَ طاَشَتِ اْلعُقُوْلُ فَمِنْهُمْ مَنْ خَبِلَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَقْعَدَ وَلَمْ يُطِقِ اْلقِياَمَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَخْرَسَ فَلَمْ يُطِقا لكَلاَمَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَضْنىَ. وَكاَنَ عُمَرُ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ مِمَّنْ خَبِلَ وَكاَنَ عُثْماَنُ رَضِيَ اللّهُ مِمَّنْ أَخْرَسَ فَكاَنَ لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَتَكَلَّمَ وَكاَنَ لعي رَضِيَ اللّهُ مِمَّنْ أَقْعَدَ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَتَحَرَّكَ وَ أَضْنىَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ فَماَتَ كَمْداً وَكَانَ أَثْبَتَهُمْ أَبُوْ بَكْرٍ قاَلَ اْلقُرْطُبِيُّ وَهَذاَ أَوَّلُ دَلِيْلٍ عَلَى كَماَلِ شَجَاعَةِ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ ِلأَنَّ الشُّجاَعَةَ هِيَ ثُبُوْتُ الْقَلْبِ عِنْدَ حُلُوْلِ اْلمَصاَئِبِ وَلاَ مُصِيْبَةٌ أَعْظَمُ مِنْ مَوْتِ رَسُوْلِ اللهِ فَظَهَرَتْ شُجاَعَةُ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ وَرُوِيَ أَنَّ بِلاَلاً رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ كاَنَ يُؤَذِّنُ بَعْدَ وَفاَتِهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَقَبْلَ دَفْنِهِ قاَلَ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ارْتَجَّ اْلمَسْجِدُ بِالْبُكاَءِ والنَّحِيْبِ وَكاَنَتْ وَفاَتُهُ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ بِلاَ خِلاَفٍ وَاخْتُلِفَ فِي اَيِّ اْلإِثْنَيْنِ كاَنَتْ وَفاَتُهُ فَقاَلَ فُقَهاَءُ اْلحِجاَزِ إِنَّ رَسُولَ اللهِ قُبِضَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ لِلَيْلَتَيْت مضيتا مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ اْلأَوَّلِ وَقاَلَ الْواَقِدِيُّ تُوُفِّيَ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ لِثِنْتَيْ عَشْرٍو لَيْلَة خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ اْلأَوَّلِ وَدُفِنَ مِنَ الْغَدِ نِصْفَ النَّهاَرِ حِيْنَ زاَغَتِ الشَّمْسُ وَذَلِكَ يَوْمُ الثَّلاَثاَءِ وَكاَنَ عُمُرُهُ ثَلاَثًا وَسِتِّيْنَ سَنَةً
Di dalam Bukhari dijelaskan melalui Haditsnya Anas bin Malik “Sungguh di saat Muslimiin shalat fajar hari Senin pagi; saat itu yang mengimami mereka Abu Bakr. Yang mengejutkan mereka tiada lain kecuali Rasulullah membuka tirai kamar ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا. Beliau memandangi mereka di saat mereka sedang shalat. Selanjutnya beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ tersenyum dan tertawa; Abu Bakr mundur memasuki shaf karena menyangka beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ akan keluar untuk mengimami shalat. Anas berkata ‘muslimiin sengaja akan membatalkan shalat mereka karena bahagia dengan adanya Rasulallah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ akan mengimami mereka. Namun beliau isarah dengan tangannya pada mereka ‘sempurnakanlah shalat kalian!’, lalu beliau masuk kamar dan menurunkan korden. Bukhari menambah dalam riwayat lain ‘lalu beliau diwafatkan di hari itu’. Dan sahabat-sahabat beliau berkumpul dan menangis di sekelilingnya.

‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا berkata “Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ diwafatkan di rumahku, di antara dada dan leherku.” Maksudnya beliau diwafatkan di kamar ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا. Di saat itu Abu Bakr رَضِيَ اللّهُ عَنْه sedang pergi. Tak lama kemudian Umar menghunus pedangnya sambil mengeluarkan ancaman pada orang yang berani berkata “Rasulullah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ telah wafat.” Ketika berita tersebut sampai pada Abu Bakr; saat itu pula ia segera datang ke rumah ‘A’isyah رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا untuk membuka wajah Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. Sontak ia roboh men-cium baginda dan menangis. Selanjutnya dia keluar rumah untuk berkata “Hai orang yang bersumpah, tenang!.” Ketika Abu Bakr mulai berbicara; Umar segera duduk. Abu Bakr memuji dan menyanjung Allah. Selanjutnya berkata “Ketahuilah, barang siapa dulunya menyembah Muhammad, kini sungguh Muhammad telah wafat. Namun barang siapa sejak dulu menyembah Allah maka Allah akan selalu hidup takkan wafat. Abu Bakr juga membaca “إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ – Sungguh kau akan mati dan sungguh mereka juga akan mati.” Dia juga membaca:
“وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِى اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Dan Muhammad tiada lain kecuali seorang Rasul. Sebelum dia telah berlalu Rasul-rasul. Apa jika dia telah wafat atau dibunuh; kalian kembali pada tumit-tumit kalian?. Padahal barang siapa kembali pada dua tumitnya maka takkan memadharatkan pada Allah sedikitpun. Dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur.”

Sontak orang-orang meledak-kan tangisan. [HR Bukhari]. Konon saat itu orang yang paling banyak berceloteh adalah Umar. Begitu dia mendengar Abu Bakr membaca ayat di atas; dia berkata “Demi Allah sepertinya saya belum pernah membaca ayat ini sama sekali.” Ketenangan Abu Bakr dalam posisi susah seperti ini menunjukkan: kesempurnaan keteguhan hatinya, dan kesempurnaan jiwanya dalam menguasai hikmah-kebenaran. Karena di saat Rasulullah صّلى اللّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلّمَ wafat; akal Muslimiin menjadi kacau. Sebagain mereka ada yang seperti gila, ada yang lumpuh tidak mampu berdiri, ada yang bisu. Yang lumpuh dan yang bisu tidak bisa berbicara. Ada lagi yang lang-sung wafat. Umar termasuk yang seperti orang gila, Utsman termasuk orang yang bisu hingga tidak bisa berbicara sama-sekali, Ali termasuk orang yang lumpuh tidak mampu bergerak; sementara Abdullah bin Unais shok berat hingga wafat (2). Dan Abu Bakr lah yang paling teguh menghadapi cobaan tersebut.

Al-Qurtubi berkata “Inilah awal petunjuk mengenai kesempurnaan keteguhan Abu Bakr, karena keteguhan adalah ketenangan hati ketika mendapatkan mushibah, padahal tidak ada mushibah yang lebih besar dari pada wafatnya Rasulillah صّلى اللّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلّمَ. Maka nyata sekali keteguhan hati Abu Bakr As-Shiddiq رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ. Diriwayatkan bahwa sungguh setelah beliau wafat dan sebelum dikubur; Bilal mengumandangkan adzan “أَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا رَسُولُ اللّهِ - Saya bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah.” Sontak Masjid menggemuruh karena tangisan pelan dan tangisan keras Muslimiin. Konon beliau صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ wafat pada hari Senin. Yang diperselisihkan adalah mengenai hari Senin yang keberapa?. Fuqaha’ (3) Hijaz berkata “Sesunguhnya Rasulullahصَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ diwafatkan pada hari Senin tanggal dua Rabiul-Awal.” Al-Waqidi berkata “Beliau di-wafatkan pada hari Senin tanggal duabelas Rabiul-Awal. Dimakamkan pada hari berikutnya di pertengahan siang di saat matahari telah condong, yaitu pada hari Selasa. Konon beliau berumur 63 tahun.” [Juz 1 halaman 580].

Dalil yang lebih jelas mengenai kepandaian Abu Bakr mengalahkan sahabat Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ lainnya adalah:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَطَبَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ ، فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ » . فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ - رضى الله عنه - فَقُلْتُ فِى نَفْسِى مَا يُبْكِى هَذَا الشَّيْخَ إِنْ يَكُنِ اللَّهُ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - هُوَ الْعَبْدَ ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا . قَالَ « يَا أَبَا بَكْرٍ لاَ تَبْكِ ، إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَىَّ فِى صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبُو بَكْرٍ ، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ ، وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الإِسْلاَمِ وَمَوَدَّتُهُ ، لاَ يَبْقَيَنَّ فِى الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلاَّ سُدَّ إِلاَّ بَابُ أَبِى بَكْرٍ »
Dari Abi Sa’id Al-Khudri “Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah ber-khutbah untuk menyatakan ‘sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba antara dunia dan yang di sisi-Nya. Namun dia telah memilih yang di sisi Allah’. Sontak Abu Bakrرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ menangis. Saat itu saya berkata dalam hatiku ‘apakah yang membuat ini Syaikh menangis?. jika Allah menyuruh memilih seorang hamba antara dunia yang di sisi Allah (kenapa dia mena-ngis)’. Ternyata Rasulullah-lah yang dimaksud hamba tersebut. Sejak dulu memang Abu Bakr lebih pandainya kami. Saat itu beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda ‘ya Aba Bakr, jangan menangis. Sungguh lebih terpercayanya mengenai per-sahabatan dan harta manusia adalah Abu Bakr. Sejak dulu kalau saya mau memilih idola dari umatku pasti saya telah memilih Abu Bakr. Tetapi per-saudaraan dan cinta kasih Islam-lah yang telah kulakukan. Takkan ada satu celah pun di dalam Masjid kecuali harus ditutup, kecuali celah jurusan Abi Bakr!’.”
[HR Bukhari juz 2 halaman 309].

Bagi orang awam merosotnya bahasa Arab dan melambungnya bahasa Inggris adalah sesuatu yang tak perlu dipersoalkan. Padahal besar kemungkinan bahwa ini termasuk bagian dari jurus Perang Salib modern. Ini bukannya su’udl-dlan atau menyangka jelek, tetapi bisa dilogika. Dulu di saat Belanda menjajah Indonesia; saat itu mata uang Indonesia masih dihias dengan kaligrafi indah. Itu menunjukkan bahwa di saat itu bahasa Arab masih mengangkasa. Di saat itu istilah-istilah keren bagi Muslimiin adalah yang dari bahasa Arab. Setelah sekularisme meroket istilah-istilah yang melambung-pun yang dari bahasa Inggris. Ini tentu bukan karena terjadi dengan sendirinya, tetapi karena ada kekuatan yang mendorong kearah sana, Karena ada fihak yang beruntung jika umat Islam tidak tahu bahasa Arab. Yaitu akan mudah dilumpuhkan dan dipengaruhi atau dibodohi hingga akhirnya akan mudah dimusnahkan.

Yang harus dicatat dan diperhatikan sehubungan dengan Perang Salib yang dampak-nya sangat besar bagi umat Islam ialah, perlunya meningkatkan ukhuwwah Islami-yyah dan kembali lagi pada Al-Qur’an dan As-sunnah, karena disadari atau tidak, ada kekuatan yang berusaha agar Islam dan iman sirna. Sejak ketika Islam dan iman tumbuh di Makkah selama tiga belas tahun, selama itu pula pemeluknya dirintangi dengan sengit dan kejam, hingga akhirnya mereka diusir dan hijrah ke Madinah. Sebagai i’la’i kalimatallah , yang artinya menjayakan kalimat Allah, maka jalan paling tepat adalah kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits atau As-Sunnah. Tanpa itu tidak mungkin berhasil bahkan justru akan tersesat. Karena sejarah telah membuktikan bahwa di saat umat Islam ber-pegangan Al-Qur’an dan Al-Hadits maka Allah memberi barakah yang luar biasa; sementara di saat mereka meninggalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, di saat itu pula Allah menumbangkan mereka bahkan menukikkan dari puncak kejayaan menuju jurang yang dalam bahkan turun lagi ke palung terdalam dari samudra peradaban.
__________________________________________________________________
(1)Penulis yakin naskah Maktabatus-Syamilah يُطِقا لكَلاَمَ salah. Yang benar فَلَمْ يُطِقِ الكَلاَمَ. Tulisan وَكاَنَ لعي juga salah. yang benar وَكاَنَ علي. Tulisan لِلَيْلَتَيْت مضيتا juga salah. Yang benar لِلَيْلَتَيْنِ مَضَتاَ. Tulisan عَشْرٍو ليلة juga salah. Yang benar عَشْر ليلة.
(2)Sudah menjadi kebiasaan para ahli Hadits menyebutkan seperlunya saja. Mestinya semua sahabat selain itu shok berat hingga lumpuh atau bisu atau seperti gila kecuali Abu Bakr.
(3)Fuqaha’ adalah para ali fiqih. Jamak dari faqiih.
(4)Bukhari meriwayatkan:
عَنْ أَبِى مُوسَى - رضى الله عنه - قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ ، وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ ، فَمَنْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
Dari Abi Musa رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ “Seorang lelaki datang pada Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ untuk berkata ‘seorang lelaki berperang untuk mencari rampasan perang, ada lagi yang karena ingin disebut-sebut, ada lagi yang karena ingin di-ketahui kedudukannya. Siapakah yang di Jalan Allah?’. Nabi bersabda ‘orang yang berperang agar kalimat Allah lebih tinggi lah yang di Jalan Allah".
[Juz 10 halaman 215].
__________________________________________________________________
Kontributor: Al-Mukarrom Ustad KH. Shobirun Ahkam, pimpinan Pondok LDII Mulyo Abadi, Sleman, Yogyakarta

Artikel Sejenis

  1. Imam Al-Ghazali, Pengikut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (bagian 1)
  2. IMAM AL-GHAZALI, PENGIKUT AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA’AH (BAGIAN 2)
  3. IMAM AL-GHAZALI, PENGIKUT AHLUS-SUNNAH WAL-JAMA’AH (bagian 3)